Menghadirkan Kehidupan Spiritual di Jepang: Ngaji Santai Bersama Gus Rifqil dan Ning Imaz
Majelis Wakil Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (MWCI NU) Tokyo, bersama Pimpinan Cabang Istimewa Fatayat Nahdlatul Ulama (PCI Fatayat NU) Jepang dan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Nusantara Akihabara Tokyo, menyelenggarakan acara Ngaji Santai pada Senin, 18 November 2024. Acara ini menghadirkan dua narasumber utama: Ning Imaz Fathimatuz Zahro, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan Lirboyo, serta suaminya, Gus Rifqil Muslim Suyuthi.
Acara yang berlangsung selama sekitar dua jam ini dihadiri oleh Ust. Nasril Albab M., M.A, Imam Masjid Indonesia Tokyo, Khristian Agus Arianto, SE., MM, Wakil Ketua Tanfidziyah PCINU Jepang, serta sejumlah ketua badan otonom Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jepang.
Dalam pembukaannya, Gus Rifqil menjelaskan pentingnya berilmu sebelum beramal. “Al ilmu qobla amal. Berilmu dulu, baru beramal. Jangan sampai beramal dulu baru berilmu,” tegas Gus Rifqil.
Gus Rifqil juga memberikan apresiasi tinggi terhadap keberadaan Masjid Nusantara Akihabara. Ia menilai masjid ini dapat menjadi pusat kegiatan alternatif yang positif bagi kalangan muda-mudi di Jepang. “Ketika Allah menakdirkan muda-mudi memiliki banyak uang, ada risiko bahaya jika tidak bisa menata dengan baik,” ujarnya. “Untuk itu, masjid bisa menjadi tempat untuk ibadah dan kegiatan yang bermanfaat. Nah, Masjid Nusantara Akihabara mengemban peran itu.”
Di samping itu, Gus Rifqil juga menyampaikan bahwa pahala amal ibadah akan sebanding dengan tingkat kesulitan dalam melaksanakannya. “Karena jaraknya jauh dan godaan yang banyak di Jepang, pahala yang diperoleh dari beribadah di masjid pun tidak sedikit. Jadi, penting juga untuk memiliki benteng yang kuat agar kita memiliki tekad bulat untuk ke masjid,” jelasnya.
Gus Rifqil tidak hanya menyentuh soal kehidupan spiritual, tetapi juga berbicara tentang isu yang sering dihadapi oleh anak muda, yaitu soal status jomblo. Seraya menyinggung istilah mufrad mudzakar untuk jomblo laki-laki dan mufrad muannas untuk jomblo perempuan, Gus Rifqil menegaskan bahwa menikah bukanlah perlombaan, dan harus dilakukan pada waktu yang tepat dan dengan pasangan yang tepat. “Pasangan itu bisa menjadi pelengkap, perbedaan, dan cobaan dalam hidup,” ujarnya.
Setelah itu, giliran Ning Imaz menyampaikan tausyiah yang berfokus pada pentingnya nikmat Islam, iman, dan ihsan. Ia mengingatkan bahwa iman adalah karunia yang diberikan kepada orang-orang pilihan. Meskipun Jepang terkenal dengan kedisiplinannya, Ning Imaz menekankan pentingnya keseimbangan antara kedisiplinan dan ketetapan iman, yaitu berserah diri kepada Allah SWT, terutama ketika merasa tertekan dalam kehidupan sehari-hari di perantauan.
“Manusia diciptakan lemah, tetapi bukan berarti kita berhenti beramal dan berusaha,” kata Ning Imaz seraya mengutip QS Al-Baqarah 2:286.
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
Selain itu, Ning Imaz juga memberikan tips untuk tetap dekat dengan Allah dalam kehidupan perantauan, yaitu dengan menyisakan ruang dalam hati untuk menyadari bahwa segala yang dimiliki saat ini hanyalah sementara.
Menutup tausyiahnya, Ning Imaz mengingatkan untuk selalu bersyukur terhadap hal-hal kecil yang ada dalam hidup, karena apresiasi terhadap hal-hal kecil akan membawa manfaat yang lebih besar. Dalam hal ini, ia menggambarkan bahwa dalam pernikahan pun, kebahagiaan pengantin baru hanya sementara, dan sisanya harus dirawat dengan sungguh-sungguh.
“Seperti halnya fase pernikahan. Dalam rumah tangga itu kesenangan sebagai pengantin baru berlangsung kurang lebih enam bulan saja. Sisanya, kita harus merawat cinta dengan komunikasi, komitmen, tanggung jawab, dan, kematangan. Maka, jangan ada kemelekatan pada apa pun dan siapa pun di dunia ini. Tanamkan dalam hati bahwa itu semu, dan bahwa semua hal bersumber dari Allah SWT,” pungkas Ning Imaz.
Acara Ngaji Santai diakhiri dengan sesi tanya jawab yang dipenuhi antusiasme jamaah dan doa bersama yang dipimpin oleh Gus Rifqil. Kegiatan ini berjalan dengan khidmat dan menjadi ajang penguatan spiritual bagi umat Islam yang berada di Jepang.
Kontributor: Nafila, PCI Fatayat NU Jepang
Editor: Dina Faoziah