Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Kita Hijrah, Bukan Sekadar Pindah Tempat

Ucapan Hari Besar Islam (4)

Setiap kali tahun baru datang, kita sering disuguhi gegap gempita. Kembang api menghiasi langit, hitungan mundur disiarkan langsung dari berbagai penjuru dunia. Namun, berbeda dengan kalender Masehi yang dirayakan dengan meriah, datangnya Tahun Baru Hijriyah 1 Muharram sering kali sunyi. Ia hadir tanpa dentuman suara, tanpa gegap gempita, dan tanpa sorotan media. Padahal, bagi umat Islam, momen ini menyimpan makna spiritual yang sangat dalam. Ini bukan sekadar pergantian kalender, melainkan peringatan akan sebuah peristiwa monumental: hijrahnya Rasulullah Saw dari Mekkah ke Madinah. Beliau hijrah ke Madinah, bukan lari dari masalah tetapi strategi dakwah. Itulah cara Allah menunjukkan bahwa perubahan butuh tindakan. Dan kadang, tindakan itu butuh keberanian. Bayangkan, meninggalkan tanah kelahiran, rumah, sahabat, bahkan makam keluarga semua ditinggal demi visi yang lebih tinggi.

Hijrah ini bukanlah perjalanan biasa. Ini adalah titik balik dalam sejarah peradaban Islam. Ia adalah transisi dari penindasan menuju pembebasan, dari fase dakwah tertutup menuju pembangunan masyarakat madani. Hijrah adalah tonggak lahirnya tatanan sosial yang adil, beradab, dan berlandaskan nilai-nilai tauhid. Karenanya, setiap datang 1 Muharram, kita sejatinya sedang diajak merenungi kembali makna “berpindah” bukan sekadar berpindah tempat, melainkan berpindah keadaan, berpindah jiwa, berpindah arah hidup.

Hijrah di Era Modern: Lebih dari Sekadar Geografis

Di zaman ini, banyak dari kita melakukan hijrah secara fisik. Berpindah kota, berpindah negara, demi pendidikan atau ekonomi yang lebih baik. Bagi sebagian Muslim Indonesia yang hidup di negeri seperti Jepang, ini adalah bentuk hijrah yang nyata. Namun, apakah kita hanya berhijrah secara fisik?

Allah Swt berfirman:

الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ اللَّهِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

“Orang-orang yang beriman, yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan.” (QS. At-Taubah: 20)

Ayat ini menekankan bahwa hijrah bukan hanya berpindah tempat, tetapi juga perjuangan dengan harta dan jiwauntuk menegakkan nilai-nilai Allah. Maka di era sekarang, hijrah bisa bermakna meninggalkan kebiasaan buruk, memperbaiki akhlak, memperkuat ibadah, dan memperjuangkan kebaikan di mana pun kita berada.

Hidup Sebagai Muslim di Negeri Minoritas: Ladang Hijrah dan Amal

Tinggal di negeri yang bukan mayoritas Muslim seperti Jepang menuntut keteguhan iman. Di tengah budaya yang berbeda, nilai-nilai Islam bisa terasa asing. Tapi justru di sinilah ladang hijrah yang paling nyata. Kita belajar menahan diri, menjaga identitas, memperjuangkan syariat secara personal, sekaligus menjadi contoh kebaikan yang membawa rahmat.

Rasulullah Saw bersabda:

وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ

“Seorang muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah.” (HR. Bukhari)

Artinya, hijrah itu tidak harus spektakuler. Hijrah yang paling bermakna bisa jadi adalah hijrah batin: dari lalai menuju sadar, dari egois menuju peduli, dari maksiat menuju taat. Bentuknya bisa sangat sederhana menjaga lisan dari ghibah, menepati janji, menyisihkan waktu untuk tilawah, atau lebih peka terhadap kebutuhan orang lain.

Muhasabah: Tahun Baru sebagai Momentum Evaluasi

Tahun Baru Hijriyah memberi kita jeda untuk sejenak menengok ke dalam. Apa yang sudah kita capai? Apa yang masih perlu dibenahi? Apakah langkah hidup kita semakin dekat dengan ridha Allah, atau justru menjauh?

Dalam tradisi Islam, evaluasi (muhasabah) adalah bagian penting dari perjalanan iman. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata:

“Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab, dan timbanglah amalmu sebelum ia ditimbang untukmu.”

Momentum pergantian tahun adalah saat yang tepat untuk kembali menyusun niat. Apakah kita masih menunda-nunda perubahan? Apakah kita masih terlena dalam zona nyaman? Jangan tunggu waktu ideal untuk berhijrah, karena waktu terbaik untuk berubah adalah sekarang di mana pun kita berada.

Menjadi Duta Islam di Negeri Orang

Tinggal di luar negeri menjadikan kita, suka atau tidak suka, duta nilai-nilai Islam. Sikap, tutur kata, etika kerja, cara bersosialisasi semua mencerminkan siapa kita dan dari mana nilai hidup kita berasal. Jepang dikenal dengan kedisiplinan, tanggung jawab, dan budaya malu. Ini adalah nilai-nilai luhur yang sejalan dengan ajaran Islam. Kita bisa belajar banyak dari lingkungan sekitar, sambil tetap teguh dengan prinsip Islam yang kita yakini.

Ini yang disebut hijrah kultural: memadukan kebaikan dari sekitar tanpa kehilangan identitas. Seperti Rasulullah Saw yang membangun peradaban baru dengan tetap menghargai nilai-nilai lokal yang baik, kita pun bisa menjadi agen perubahan melalui teladan yang menyejukkan.

Membangun Komunitas: Dari Asing Menjadi Satu

Sebagai komunitas Muslim Indonesia di Jepang, kita punya tanggung jawab kolektif. Komunitas yang kuat adalah komunitas yang saling menguatkan, bukan saling menjatuhkan. Tahun Baru Hijriyah ini adalah waktu yang tepat untuk memperkuat ukhuwah, menyatukan visi, dan saling menopang dalam menghadapi tantangan spiritual maupun sosial.

Mari kita mulai dari hal kecil. Saling menyapa, mendoakan, berbagi makanan, mengadakan kajian online maupun offline, atau sekadar hadir saat ada yang sedang butuh teman bicara. Terkadang yang dibutuhkan bukan solusi, tapi rasa dipahami dan tidak sendirian.

Hijrah Jiwa: Dari Dunia Menuju Akhirat

Akhirnya, hijrah yang paling hakiki adalah hijrah hati dari sibuk mengejar dunia ke sibuk menyeimbangkan dunia dan akhirat. Dari ambisi pribadi menuju niat yang lebih besar. Dari kehidupan yang dangkal menuju hidup yang penuh makna.

Tak semua hijrah harus terlihat. Bahkan, hijrah yang sunyi sering kali lebih berat. Tapi justru di situlah nilai yang sesungguhnya. Karena Allah tidak menilai seberapa besar pencapaian kita, tapi seberapa tulus niat dan usaha kita untuk menjadi lebih baik.

اللَّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا الْعَامَ عَامًا مُمْتَلِئًا بِالْخَيْرِ وَالْبَرَكَةِ وَالطُّمَأْنِينَةِ

“Ya Allah, jadikanlah tahun ini sebagai tahun yang penuh kebaikan, keberkahan, dan ketenteraman.”

Tahun Baru Hijriyah bukan hanya milik masa lalu. Ia adalah ajakan untuk terus melangkah maju, tanpa melupakan arah. Di mana pun kita berada di tanah air atau di perantauan hijrah tetap relevan. Karena selama masih ada yang perlu kita benahi dalam diri, maka hijrah belum usai.

Selamat Tahun Baru Hijriyah 1447 H. Semoga tahun ini menjadi awal dari perjalanan yang lebih berkah, lebih bermakna, dan lebih dekat kepada Allah Swt.

Penulis: Muhammad Ahya