KH Ma’ruf Khozin: Tiga Amalan Ramadhan yang Tetap Bisa Diamalkan di Negeri Minoritas Muslim Seperti Jepang

Menjaga keistiqomahan amalan di bulan Ramadhan tentu menjadi tantangan tersendiri di Jepang, negeri dengan muslim minoritas. Akses menuju masjid yang jauh dan lingkungan yang tidak mendukung menjadi tantangan tersendiri. Hal ini disampaikan oleh Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jepang, Achmad Gazali, pada Sabtu (8/3/2025).
“Penting bagi kita untuk bisa menjaga keistiqomahan amalan di bulan Ramadhan. Di Indonesia, kita hanya perlu berjalan beberapa meter untuk menemukan masjid. Namun di Jepang, berpindah dari satu masjid ke masjid lain bisa berarti menempuh jarak antar-provinsi. Oleh karena itu, membentengi diri dengan ilmu agama sangat penting agar kita tetap kuat secara rohani,” papar Achmad Gazali dalam acara daring yang diikuti sekitar 22 peserta.
Pada kajian bertema Semangat Ramadhan di Bumi Sakura: Amalan yang Tidak Boleh Dilewatkan, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin, menyampaikan tiga amalan utama yang sangat dianjurkan selama Ramadhan, yang bisa dilakukan di mana pun, termasuk di Jepang, yaitu memberi takjil, menahan hawa nafsu, dan meraih Lailatul Qadar.
- Memberi Takjil
Memberi takjil merupakan salah satu amalan sunnah yang sangat dianjurkan, ringan dilakukan, dan dapat diamalkan di mana saja, termasuk di negara minoritas Muslim.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Barang siapa memberi buka puasa kepada orang yang berpuasa, maka dia mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.” (HR. Tirmidzi)
Takjil bisa diberikan di masjid, tempat umum, atau bahkan kepada sesama Muslim di lingkungan sekitar. Ini adalah amalan ringan yang sangat bermanfaat dan sesuai dengan kemampuan kita, meskipun hanya dengan satu biji kurma.
- Menahan Hawa Nafsu
Banyak orang berpuasa, tetapi hanya mendapatkan lapar dan dahaga dari puasanya. Hal ini disebabkan mereka tidak menjaga perilaku dan hatinya selama bulan Ramadhan. Perbuatan seperti iri, dengki, sombong, menggunjing, dan ujub sangat merusak pahala puasa. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW:
رُبَّ صَائِمٍ لَا يَصِيبُ مِن صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعَ وَالْعَطَشَ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَا يَصِيبُ مِن قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرَ
“Betapa banyak orang yang berpuasa, namun ia hanya mendapatkan lapar dan dahaga dari puasanya, dan orang yang ibadah malam hanya dapat begadang saja.” (HR Ahmad)
- Meraih Lailatul Qadar
KH. Ma’ruf menjelaskan bahwa ada cara praktis untuk mendapatkan Lailatul Qadar menurut Imam Syafi’i. Yang terpenting adalah menjaga salat Isya dan Subuh secara berjamaah selama bulan Ramadhan. Sebab, sebagaimana hadits Nabi:
مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ، وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ اللَّيْلَ كُلَّهُ
“Barang siapa yang salat Isya berjamaah, maka pahalanya seperti ibadah sampai tengah malam. Dan barang siapa yang salat Subuh berjamaah, maka pahalanya seperti ibadah semalam penuh.” (HR. Muslim)
Menurutnya, jika seseorang melaksanakan salat Isya dan Subuh berjamaah sepanjang bulan Ramadhan, maka otomatis ia akan mendapatkan keutamaan Lailatul Qadar.
Bagi mereka yang sakit atau memiliki kendala dalam keistiqomahan ibadah sejak awal Ramadhan, KH Ma’ruf menganjurkan untuk lebih berfokus pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir. Amalan yang dianjurkan adalah seperti doa yang sering dibaca setelah salat tarawih berjamaah sebagaimana dijelaskan pada hadits tentang doa saat Lailatul Qadar yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ، مَا أَقُولُ فِيهَا؟ قَالَ: قُولِي: اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: Aku berkata, “Wahai Rasulullah, jika aku mengetahui malam mana yang merupakan Lailatul Qadar, apa yang harus aku ucapkan di dalamnya?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah: Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni.” (HR. Tirmidzi)
Beberapa Amalan Ramadhan Lainnya
Selain itu, KH. Ma’ruf Khozin juga mengutip pendapat Imam Hanafi bahwa bagi muslim di luar negeri yang sulit mencari masjid untuk i’tikaf, diperbolehkan untuk melaksanakan i’tikaf di tempat yang secara istiqomah digunakan untuk salat lima waktu. Hal ini merupakan pendapat alternatif yang dapat diambil dalam kondisi tertentu seperti di Jepang.
Di akhir kajian, KH Ma’ruf juga menyampaikan bahwa mayoritas ulama dari kalangan tabi’in, termasuk Imam Syafi’i, Sufyan Ats-Tsauri, dan Abdullah bin al-Mubarak (Ibnul Mubarak), berpendapat bahwa jumlah rakaat tarawih adalah 20 rakaat.
وَأَكْثَرُ أَهْلِ الْعلمِ عَلَى مَا رُويَ عَنْ عُمَرَ وَعَلِيٍّ وَغَيْرِهِمَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَهُوَ قَولُ الثَّورِيِّ وَابْنِ الْمُبَارَكِ وَالشَّافِعِيِّ
“Kebanyakan para ulama berpedoman pada apa yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, dan sahabat-sahabat Nabi yang selain mereka berdua, bahwa jumlah rakaat Tarawih adalah 20 rakaat. Itu adalah pendapat Ats-Tsauri, Ibnul Mubarak, dan Syafi’i.” (HR. Tirmidzi)
Kajian ini menjadi pengingat bagi umat Islam di Jepang untuk tetap menjaga keistiqomahan ibadah meskipun berada di lingkungan yang penuh tantangan. Keberkahan Ramadhan bisa diraih dengan amalan-amalan yang sederhana namun bermakna.
Kontributor: Zayyin Mukmila
Editor: Dina Faoziah