Manfaat Teknologi dalam Memaksimalkan Iman di Bulan Ramadhan

Di tengah kemajuan teknologi, umat Islam memiliki peluang besar untuk memanfaatkan berbagai platform digital guna meningkatkan kualitas ibadah selama bulan suci Ramadhan. Prof. Dr. Agus Zainal Arifin, M.Kom., dosen teknologi informasi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, menjelaskan bahwa teknologi dapat menjadi sarana untuk memaksimalkan keimanan, asalkan digunakan secara bijak.
Menurutnya, teknologi bersifat netral, yaitu dapat digunakan untuk kebaikan atau keburukan, tergantung pada penggunanya. Menurut Prof. Agus, kemudahan akses informasi dan komunikasi saat ini menjadi peluang besar bagi umat Islam untuk memperdalam ilmu agama, mengikuti kajian daring, membaca tafsir Al-Qur’an, hingga memperbanyak amalan melalui berbagai platform digital.
“Saat ini, komunikasi menjadi sangat mudah dan murah. Artinya, kita memiliki peluang besar untuk menggunakan teknologi ini demi kebaikan. Namun, di bulan Ramadhan ini, kita dianjurkan untuk ngempet (menahan diri) dari hal-hal yang tidak bermanfaat, seperti scrolling media sosial yang bisa menyita waktu berjam-jam,” jelas Prof. Agus dalam webinar yang diselenggarakan oleh Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jepang pada Ahad, 23 Maret 2025 secara daring melalui platform Zoom.
Prof. Agus menjelaskan bahwa dalam kitab-kitab kuning, istilah imsak (إمساك) berarti menahan diri atau mengendalikan hawa nafsu. Dalam konteks Ramadhan, imsak tidak hanya sebatas menahan makan dan minum, tetapi juga menjaga diri dari hal-hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat.
“Ayo kita lakukan kebaikan sebanyak mungkin. Tetapi, kalau tidak bisa, setidaknya jangan berbuat jelek. Diam saja lebih baik. Pasalnya, godaan untuk berbuat buruk itu tinggi sekali di zaman sekarang,” jelas Prof. Agus yang pernah menempuh studi doktoral di Department of Information Engineering, Graduate School of Engineering, Hiroshima University.
Di era digital ini, scrolling media sosial seperti Instagram, TikTok, atau platform lainnya bisa berlangsung berjam-jam tanpa disadari karena banyaknya konten yang tersedia. Begitu juga dengan menonton televisi, Netflix, atau media sejenis, seseorang bisa duduk diam berhari-hari hanya untuk menunggu episode selanjutnya.
“Nah, godaan seperti ini sangat besar. Makanya, konsep imsak atau ngempet ini sangat tepat untuk diterapkan di era digital. Minimal kalau tidak bisa berbuat baik, kita bisa menahan diri dari hal yang sia-sia,” tambahnya.
Dalam konteks pemanfaatan teknologi, Prof. Agus juga mengingatkan bahwa kecerdasan buatan (AI) hanyalah alat bantu, bukan tujuan utama dalam beribadah.
“Sekali lagi, keputusan akhir bukan pada AI, tapi mereka adalah sarana, bukan tujuan. Saya sering kali menyampaikan perbedaan antara sarana alias wasilah dengan tujuan alias ghoyah. Kebanyakan orang mengira wasilah itu sama dengan ghoyah, dan ghoyah dikira sama dengan wasilah, lalu timbullah anggapan, ‘Wah ini bid’ah dholalah finnar,’ yang menurut sebagian kelompok seharusnya beribadah itu langsung kepada Allah tanpa harus berwasilah, padahal wasilah itu juga diperlukan dalam beribadah,” tegasnya.
Selain itu, di bulan Ramadhan dikatakan bahwasanya tidurnya orang yang berpuasa dianggap sebagai ibadah.
“Dalam keadaan tertentu, tidur pun bisa menjadi ibadah. Seperti dikatakan dalam agama, tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Tidur itu ibadah karena menghindarkan kita dari maksiat. Jadi, kalau tidak bisa melakukan banyak amal baik, setidaknya kita bisa menahan diri agar tidak terjerumus ke dalam keburukan,” jelas Guru Besar Fakultas Teknologi Elektro dan Informatika Cerdas ITS ini.
Kontributor: Zayyin Mukmila
Editor: Dina Faoziah