Nahdliyin di Jepang, Simak 5 Prinsip Berpikir NU yang Perlu Dijaga

Majelis Wakil Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (MWCINU) Aichi yang telah berdiri sejak 16 Februari 2020 merayakan peringatan hari lahirnya yang ke-5 pada hari Ahad, 13 Oktober 2024.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Tanfidziyah PCINU Jepang Achmad Gazali menyampaikan pesan agar seluruh anggota dan pengurus MWCINU Aichi terus berkontribusi dalam mengurus NU. Beliau mengutip pernyataan dari pendiri NU, Kyai Haji Hasyim Asyari.

“Barang siapa yang mau mengurus NU, maka akan aku (KH Hasyim Asyari) anggap sebagai santriku. Seluruh santriku aku doakan husnul khotimah,” papar Gazali.

Gazali yang juga menyampaikan pesan dari Ibu Nyai Aqil Siroj kepada sekitar 300 hadirin, “Sing ikhlas ngurusi NU, sing ikhlas ngurusi NU, sing ikhlas ngurusi NU. Kalimat tersebut diulang beliau sampai tiga kali karena ikhlas itu adalah hal yang tersembunyi,” ungkapnya.

Dalam ceramahnya, Achmad Gazali menekankan lima prinsip berpikir NU yang perlu dijaga oleh Nahdliyin di Jepang, terutama di tengah lingkungan yang penuh godaan dan kemaksiatan.

Cara berpikir NU tersebut di antaranya adalah tawasuth (sikap tengah-tengah), tawazun (penuh pertimbangan), tasamuh (toleransi), ta’adul (adil), dan amar ma’ruf nahi munkar (menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran).

  1. Tawasuth (Sikap Tengah-tengah) 

NU selalu menekankan pentingnya sikap tawasuth dalam kehidupan beragama. Kita harus berada di tengah. Yang terlalu ke kanan kita ajak ke tengah, yang terlalu ke kiri juga kita ajak ke tengah. Sikap tawasuth ini dapat menyatukan umat Islam di Jepang dalam kehidupan beragama.

  1. Tawazun (Penuh Pertimbangan) 

Setiap keputusan harus diambil dengan penuh pertimbangan. Secara khusus, di era digital yang dipenuhi informasi tidak valid, sebaiknya kita latah ikut-ikutan. Di Jepang pun, kita dituntut untuk selalu berpikir jernih dan tidak mudah terpengaruh. Jika kita ragu, tanyakan kepada ahlinya.

  1. Tasamuh (Toleransi)

Sebagai Muslim minoritas di Jepang, Nahdliyin diharapkan memiliki toleransi yang tinggi, baik terhadap sesama umat Islam maupun dengan non-Muslim. Toleransi adalah salah satu ciri khas NU yang menjadikan umatnya mampu bersatu dalam kehidupan bermasyarakat.

  1. Ta’adul (Adil)

Prinsip adil bukan hanya berarti memberikan sesuatu yang sama, tetapi juga berlaku adil dalam berpikir dan bertindak. Keberanian untuk mengatakan yang benar dan salah harus dilakukan dengan cara yang baik. Jika ingin membantah, kita perlu membantah dengan cara yang baik.

  1. Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Menyerukan Kebaikan dan Mencegah Kemungkaran)

Menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran harus dimulai dari diri sendiri. Sebagaimana dawuh Gus Mus, kita perlu memperbanyak menegur diri kita sendiri sebelum kepada orang lain, demikian papar Achmad Gazali. Apalagi, di Jepang godaan untuk terjerumus dalam kemaksiatan sangat mudah, karena Muslim merupakan minoritas dan tidak ada yang melarang untuk melakukan kemaksiatan kecuali diri sendiri. 

Ketua Tanfidziyah PCINU Jepang Achmad Gazali

Dengan menanamkan kelima prinsip tersebut dalam kehidupan sehari-hari, Achmad Gazali berharap para Nahdliyin di Jepang mampu menjalani hidup di negeri Sakura dengan lebih baik dan tetap berpegang pada ajaran Islam yang dibawa para ulama terdahulu.

Gus Naif Bahari, Wakil Ketua Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda (PC GP) Ansor Jepang yang mengisi pengajian dalam Hari Lahir (Harlah) ke-5 MWCINU Aichi menambahkan bahwa dengan menghadiri acara majlis dzikir seperti ini, para jamaah yang hadir akan mendapat syafaat Nabi Muhammad SAW.

“Kita harus yakin bahwa menghadiri majlis dzikir seperti ini dapat membuktikan kecintaan kita terhadap Nabi Muhammad SAW,” tutur Gus Naif.

Wakil Ketua PC GP Ansor Jepang, Gus Naif Bahari

Ustadz Nasril, Imam Masjid Indonesia Tokyo memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada MWCINU Aichi dengan sebuah pantun.

Bunga sakura di musim semi

Satu kupetik untuk sang pujaan hati

Selamat harlah MWCINU Aichi

Semoga berkah dan selalu di hati

Beliau melanjutkan bahwa ada salah satu karakteristik NU yang perlu diketahui oleh kaum Nahdliyin di Jepang, yaitu terkait tauhid.

“Hal yang membedakan orang beriman dan yang tidak beriman adalah cara merespons berbagai kehidupan yang kita alami. Sekalipun orang beriman pernah berbuat dosa seberat apa pun, asal tidak menyekutukan Allah, pasti dosanya diampuni Allah dan masuk surga,” jelasnya.

Imam Masjid Indonesia Tokyo itu juga mengingatkan kepada Nahdliyin yang hadir untuk menata niatnya ketika bekerja di Jepang.

Imam Masjid Indonesia Tokyo, Ustadz Nasril Albab Mochamad

“Kalian di sini (Jepang) mencari apa? Uang? Itu sesuatu yang sudah pasti, tidak perlu dicari. Kalau kalian kerja, pasti dapat gaji. Tapi, niatkan mencari rezeki, yang dapat digunakan untuk akhirat, seperti sedekah, nafkah, dan infak,” paparnya.

Beliau juga berpesan bahwa orang yang berniat melakukan sebuah kebaikan dengan niat mendapatkan rizki dari Allah disebut ikhlas. Kita akan mendapat rezeki, bahkan ridho dari Allah SWT jika kita mampu naik level dalam kebaikan.

Penulis: Zayyin
Editor: Dina Faoziah