Ketua PCINU Jepang: Tak Hanya NU yang Rayakan Maulid Nabi
Majelis Wakil Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (MWCI NU) Tokyo dan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Nusantara Akihabara Tokyo menggelar peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang menghadirkan Gus H. M. Lutfillah Aufa, cucu KH Maimoen Zubair sekaligus Pengasuh Pesantren Al Anfal, Sarang, Rembang dan Gus H. Mohammad Azka al-Azkiya, LC. S.H. pada Ahad, 22 September 2024.
Acara diawali dengan pembacaan ayat suci al-Qur’an yang dilanjutkan dengan sambutan dari Rais Syuriah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jepang Kyai Mahmud Sulaeman tentang acara Maulid Nabi.
“Mudah-mudahan kita selalu mendapat keberkahan, apalagi ini adalah acara memperingati lahirnya tokoh sentral, di mana Allah bersumpah ‘laqad kana’ yakin temenan, yaitu sungguh pada diri Rasulullah ada contoh teladan yang baik bagi kita semua,” jelasnya
Beliau juga mengutarakan harapannya akan acara Maulid Nabi sebagai bentuk kecintaan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.
“Mudah-mudahan acara ini selalu membawa keberkahan. Diharapkan dengan rasa cinta kepada Rasulullah dan kita selalu mendapat syafaatnya,” tutur Kyai Mahmud Sulaeman.
Senada dengan hal tersebut, Ketua Tanfidziyah PCINU Jepang Kyai Achmad Gazali, Ph.D. dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada seluruh panitia dan jamaah yang telah berpartisipasi dalam acara ini. Beliau juga menjelaskan tentang latar belakang peringatan Maulid Nabi yang banyak dilakukan oleh umat Islam.
“Maulid Nabi itu adalah kegiatan seremonial yang biasa dilakukan oleh NU, tetapi tidak hanya NU yang merayakannya. Ada kelompok Islam lainnya yang ikut merayakan Maulid Nabi. Saat ini, kebetulan di Masjid Nusantara Maulid Nabi dirayakan oleh kelompok-kelompok NU,” tutur Gazali.
“Namun, ada kalanya di kalangan masyarakat kita ada yang salah paham. Ada opini yang berkembang bahwa kelompok Islam tertentu, misalnya, A, B, atau C, identik dengan praktik keagamaan tertentu. Opini seperti ini sebenarnya kurang pas karena sudah sunnatullah bahwa kita diciptakan oleh Allah berkelompok-kelompok,” paparnya lebih lanjut.
Hadits Nabi Muhammad SAW berbunyi:
ستفترق أمتي على ثلاث وسبعين فرقة
“Umatku akan berpecah menjadi 73 golongan.”
OIeh karena itu, lanjut Gazali, kita perlu memilih kelompok mana yang akan dijadikan sebagai panutan kita.
“Namun, memilih di sini bukan berarti kita harus keluar dari yang lain. Pasalnya, di NU ada banyak istilah ukhuwah. Ada ukhuwah islamiyah, yakni persaudaraan sesama muslim, ukhuwah wathaniyah, yakni persaudaraan sesama anak bangsa, dan ukhuwah basyariyah, yakni adalah persaudaraan sesama manusia,’’ pungkasnya.
Ustadz Nasril yang hadir saat itu menambahkan bahwa perayaan Maulid Nabi adalah wujud kebahagiaan atas kelahiran Rasulullah SAW.
“Mengapa kita harus merayakan Maulid Nabi? Karena kita ingin menunjukkan kebahagiaan kita akan sosok yang paling mulia. Pertanyaan tentang alasan merayakan Maulid Nabi tak ubahnya pertanyaan tentang alasan bahagia akan kelahiran Rasulullah,” tutur Ustadz Nasril.
“Merayakan Maulid Nabi bukanlah sesuatu yang disyariatkan seperti salat, puasa, dan zakat, melainkan berkumpul untuk mengingat sejarah Nabi Muhammad, seperti perjuangan beliau saat berdakwah dan bagaimana beliau sangat sayang kepada umatnya,” tambahnya.
Gus Lutfi, cucu KH Maimoen Zubair, menjelaskan esensi perayaan Maulid sebagai bentuk pujian kepada Rasulullah.
“Perayaan Maulid Nabi sebenarnya adalah ekspresi rasa cinta kita kepada Rasulullah. Esensi dari Maulid Nabi adalah memuji Rasulullah,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Gus Lutfi memaparkan cara memuji Rasulullah, yaitu sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
مَنْ صَلَّى عَلَىَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.”
Oleh karena itu, tutur Gus Lutfi, sebaiknya kita mengisinya dengan bershalawat, membaca al-Qur’an, dan melakukan hal-hal yang kita anggap baik. Gus Lutfi sendiri memberi contoh kegiatannya, yakni pembacaan Maulid Diba’, Al-Barzanji, yang di dalamnya berisi pujian dan sejarah Nabi Muhammad SAW.
Penulis: Zayyin
Editor: Dina Faoziah