Yang dianggap Sebab Bisa Jadi Adalah Hijab

Kabukicho, Masjid Kabukicho

Topik kali ini cukup menarik untuk dibahas yaitu “Yang dianggap Sebab Bisa Jadi Adalah Hijab”.

Kita seringkali berbangga diri bahwa apa yang terjadi pada diri kita itu adalah semata-mata karena usaha kita sehingga kita menganggap bahwa jika kita tidak melakukannya maka hal tersebut tidak terjadi. Hal ini tidak hanya terjadi pada ikhtiar kita baik dalam bentuk bekerja, belajar ataupun hal lain. Tetapi juga terjadi saat kita beribadah dan berdoa kepada Allah SWT. Seringnya, saat ada sebuah Hajat atau keinginan, kita melakukan sholat Hajat dengan harapan Hajat tersebut dikabulkan oleh Allah. Dan juga sering kita berdoa untuk beberapa keinginan atau cita-cita supaya tercapai. Saat hajat, keinginan atau cita-cita tersebut terwujud, kita dengan sombongnya berkata bahwa karena sholatku, doaku, dan amalan-amalan lainnya lah adalah sebab dari hal tersebut.

Sebagai contoh, saat seseorang ingin mendapatkan kesempatan kuliah S3. Dia berdoa di sepertiga malam, yang akhirnya mendapatkan kesempatan tersebut dan kemudian mengatakan bahwa karena sholat malam dialah hajatnya terpenuhi. Semua hal yang telah disebutkan bisa menjadi Hijab atau penutup untuk hati kita sehingga tidak membuat kita dekat dengan Allah dan hilang tujuan sebenarnya dari berdoa dan sholat.

Jika memang doa dan sholat adalah penyebab semua hajat dan keinginan kita terkabul, maka sudah tentu semua orang yang berdoa dan sholat malam Hajatnya akan dikabulkan, tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Berapa banyak dari kita yang berdoa terus menerus maupun sholat malam setiap waktu tetapi Hajat kita tidak pernah terwujud. Hal ini karena esensi dari berdoa dan meminta kepada Allah adalah agar apa yang diberikan kepada kita membuat diri kita selamat di dunia maupun akhirat.

Sebagai pengingat, kita selalu berdoa “Rabbana atina fi ddunya hasanah, wa fil akhirati hasanah wa qina ‘adzabannar”. Doa tersebut menekankan kata “fi ddunya” yang berarti “di dunia” diberikan kebaikan bukan kita meminta “bi ddunya (dengan dunia)” hasanah(baik) dimana keinginan maupun kebutuhan kita terkabul. Meskipun ada ayat yang mengatakan “Waqala rabbukum ud’uni astajib lakum”, bukan berarti serta merta kita menuntut Allah untuk memberikan apa yang sesuai kita minta dan sesuai nafsu kita. Sebagai hamba, kita harus menyadari posisi kita bahwa kita adalah mahluk dan peminta sedangkan Allah adalah Khalik dan Pemberi, jadi tidak selayaknya kita memaksa maupun menuntut.

Allah bisa saja memberikan semua permintaan kita tetapi Allah tidak memberi karena Allah tahu itu tidak baik untuk kita. Adakalanya Allah tidak memberi seketika karena masih ingin mendengar doa-doa kita untuk waktu yang panjang karena banyak yang setelah keinginan terkabul, kita berhenti berdoa dan berhenti bermunajat di sepertiga malamnya.

Sebagai pengingat kembali, dikisahkan sahabat Rasulullah, Tsa’labah, menemui Rasulullah SAW dan memaksa didoakan supaya menjadi orang kaya dan terkabul. Meskipun sudah diingatkan oleh Rasulullah bahwa itu tidak baik bagi dirinya tetapi sahabat tersebut tetap memaksa agar dikabulkan sehingga didoakan dan benar-benar menjadi kaya tetapi malah membuat dirinya jauh kepada Allah.

Ringkasnya, kita sering melupakan bahwa Allah lah yang memberi dan berkehendak, bukan karena usaha maupun doa kita. Kita harus menyadari bahwa kita hanya bisa berusaha dan berdoa, tentang semua itu dikabulkan atau tidaknya hanya semata-mata karena kehendak Allah. Kita berharap bahwa Allah ridha terhadap apa yang kita usahakan dengan doa dan ibadah yang kita lakukan sehingga bisa selamat di dunia maupun akhirat.

Penulis : Abdullah Iskandar

Leave a Reply