Apresiasi Semangat Beraktivitas, PCI Muslimat NU Jepang Adakan Seminar Mental Health
Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Muslimat NU Jepang mengadakan acara Seminar Mental Health dengan menghadirkan narasumber Aniqq Al Faqiroh. S.Psi. CH. CHt. yang menjadi Terapis Profesional pada Sabtu, 30 Maret 2024. Seminar ini diadakan dengan tujuan memberikan apresiasi semangat kepada para muslimah yang menjalani aktivitas seperti pekerjaan dan studi saat hidup di Jepang.
Hal ini diungkapkan oleh Hajjah Nurul Septiani sebagai Ketua Divisi Kesehatan PCI Muslimat NU sekaligus moderator acara yang berlangsung secara daring pada platform Zoom dan live di YouTube PCI Muslimat NU Jepang itu.
“Kami mengapresiasi para Muslimah di Jepang agar tetap semangat apa pun pekerjaan kita, baik (menjadi) ibu rumah tangga, mahasiswa, pekerja maupun pengusaha di Jepang,” ungkapnya.
Apresiasi juga disampaikan oleh Prof. Zahrotun Nihayah atas keaktifan PCI Muslimat NU karena mengadakan kegiatan yang bermanfaat bagi pengurus dan masyarakat, terutama tentang kesehatan mental yang sangat penting.
“Kajian tentang kesehatan mental memang sangat penting terutama di lingkungan kita,” ungkap Sekretaris Bidang Pendidikan Pengurus Pusat (PP) Muslimat NU itu.
Kesehatan mental yang dialami perempuan yang didewasakan dengan keadaan di Jepang menjadi tema acara pagi itu. Aniqq memberikan semangat kepada para muslimah yang hidup di Jepang, dengan menekankan bahwa kondisi yang dialami adalah kondisi terbaik dan takdir dari Allah SWT.
“Kondisi ini adalah kondisi terbaik atau takdir terbaik yang Allah anugerahkan untuk kita,” jelas Aniqq saat menyampaikan materi.
Beliau juga melanjutkan bahwa dalam menghadapi masalah yang dialami, di mana pun tempatnya, pasti ada hikmah saat merenungi dan menjalaninya.
“Untuk merenungi, menjalani (masalah), kemudian mendapatkan hikmah dari situ,” terangnya.
Cara dalam memandang suatu masalah dari berbagai sisi yang berbeda juga dikatakan sebagai arti dari seseorang dapat disebut dewasa menurut Aniqq.
“Dewasa itu cara kita memandang suatu masalah,” katanya.
Beliau melanjutkan bahwa seseorang akan mengalami masalah yang sama (remidi) jika dia tidak lulus menghadapi ujian atau masalahnya. Jadi, cara agar dapat menyelesaikannya adalah dengan merespons dan mengubah cara memandang masalah tersebut.
“Contohnya, di sebuah organisasi ada teman yang menyebalkan, kemudian kita keluar dari organisasi itu. Saat kita pindah organisasi, nanti akan bertemu lagi orang yang level menyebalkannya serupa, Nah, itu artinya kita sedang diremidi alias diuji ulang. Lalu, bagaimana caranya biar tidak diuji ulang terus terusan seperti gitu? Kita perlu mengubah cara kita melihat masalah. Artinya kita harus menyadari bahwa kondisi ini terjadi atas izin Allah,” paparnya.
Di akhir acara, beliau berpesan bahwa dalam memandang masalah kita perlu memandang dengan kacamata iman. Dengan demikian, seseorang akan menjadi lulus, sadar, dan damai karena dia meyakini Allah akan membantunya dalam menghadapi masalah yang dialami, tambah beliau.